Refleksi Perintah Menunaikan Shalat

Posted by Hidayatullah School Sabtu, 12 Oktober 2013 1 komentar
Perkembangan umat Islam dunia dewasa ini menunjukkan grafik yang cukup menggembirakan bila ditinjau dari segi kuantitas. Dengan jumlah sekitar 1,7 miliar jiwa atau setara 23 persen dari penduduk bumi, mengindakasikan pertumbuhan jumlah umat Islam yang terus meningkat. Sayangnya, jumlah sebanyak itu belum mampu ‘mewarnai’ dunia ini dengan peradaban Islam. Lalu, apa penyebabnya?
Indikatornya adalah pemahaman mayoritas umat Islam yang menganggap ajaran Islam sebatas ritualitas. Penerapan nilai-nilai Islam pun tidak dapat terselenggara secara menyeluruh di setiap sendi-sendi kehidupan. Banyak orang yang shalat sekedarnya saja, bersedekah karena mengharap pamrih, berpuasa karena merasa canggung dengan tetangga, serta ikut-ikutan merayakan Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) tanpa memahami sedikitpun kandungan hikmah dari peristiwa yang diperingati tersebut.
Ambillah contoh peristiwa bersejarah, Isra Mi’raj yang baru diperingati beberapa waktu lalu. Peristiwa itu begitu istimewa sehingga umat Islam, khususnya di Indonesia dengan semarak selalu memperingati Isra Mi’raj setiap tahun. Ironisnya, mereka yang menjadi peserta maupun panitia acara peringatan tersebut, banyak yang tidak mengaplikasikan salah satu nilai penting yang terkandung dalam peristiwa Isra Mi’raj itu, yakni perintah shalat.
Menunaikan shalat tidak membutuhkan waktu lama, paling banter rata-rata orang Indonesia shalat antara 10 – 15 menit saja. Kendati demikian, masih banyak umat Islam yang enggan melaksanakan shalat, ibadah yang diperintahkan langsung oleh Allah kepada Rasulullah tanpa melalui perantara. Bagaimana dapat membangun peradaban umat yang berakhlak mulia? Jika masing individu enggan menghambakan diri kepada Allah SWT dengan menjalankan perintah-Nya berupa shalat wajib lima waktu. Hanya lima waktu!
Banyak umat Islam yang masih sibuk dengan pekerjaannya meski seruan azan telah berulangkali memanggilnya untuk shalat. Tak jarang orang-orang yang betah menonton film berjam-jam lamanya, sementara shalat 10 menit mereka abaikan. Betapa tak terhitungnya orang-orang yang mengaku Islam lalu-lalang di depan masjid meski waktu shalat telah tiba. Dan masih banyak aktivitas lainnya yang telah menyita waktu shalat demi sekedar mengingat Allah.
Inilah sebuah contoh distorsi nilai-nilai ajaran Islam, yang telah menjadikan agama Islam sebatas label identitas saja, bukan akhlak kepribadian dalam diri. Tidak pantas sekiranya ‘mengkambing-hitamkan’ pihak-pihak di luar Islam, jika umat Islam sendiri enggan mematuhi ajaran dan rambu-rambu dalam ber-Islam. Janganlah menyalahkan hegemoni barat atau modernisasi zaman, jika umat Islam tidak pernah beruapaya membangun benteng bagi dirinya sendiri yang berupa ibadah shalat.

Keutamaan Shalat
Perintah shalat disampaikan Allah langsung kepada Rasulullah pada saat peristiwa Isra Mi’raj. Berbeda dengan perintah Allah lainnya yang cukup melalui wahyu dengan perantara malaikat Jibril. Rasulullah tidak sekedar itikaf di gua Hira’ sebagaimana beliau menerima wahyu pertama berupa Alquran. Rasulullah harus menjalani rangkaian Isra Mi’raj demi menjemput perintah shalat dari Allah.
Shalat memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam kehidupan umat manusia. Selain berfungsi sebagai media komunikasi antara manusia dengan Allah, shalat juga berperan dalam membentuk kepribadian umat manusia. Selanjutnya, shalat akan menciptakan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena, perintah shalat telah disertai dengan anjuran berjamaah sebagai simbol kehidupan sosial.
Perintah shalat dalam lima waktu sehari, mendorong umat Islam agar selalu mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT. Sedangkan, tertib shalat merupakan wujud dari terlaksananya petunjuk atau hukum Allah sehingga dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Allah berfirman, yang artinya, “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al-‘Ankabuut: 45).
Rasulullah telah menegaskan bahwa shalat merupakan tolok ukur bagi amalan ibadah lainnya. Sebagaimana yang diriwayatkan ath-Thabrani bahwa Rasulullah bersabda, “Jika baik shalat seseorang maka akan baik pula semua amalan lainnya, tapi jika jelek shalat seseorang maka jeleklah semua ibadah orang tersebut.” Pertanyaannya, bagaimana dengan mereka yang mengaku Islam namun tidak melaksanakan shalat?
Berdasarkan uraian Hadits tersebut, tampak korelasi antara shalat dan pembentukan kepribadian menyatu dalam diri setiap Muslim. Apabila perilaku seorang Muslim sudah menderivasikan nilai-nilai shalat, pantas dirinya sebagai Mukmin yang berhak menghadap Allah. Karena shalat merupakan mi’raj-nya orang-orang Mukmin. Artinya, shalat adalah sarana untuk manusia sebagaimana Rasulullah dapat mi’raj sehari lima kali menghadap Allah SWT.

Perintah Shalat dalam Isra’ Mi’raj
Sudah banyak pembahasan yang menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan peristiwa Isra Mi’raj. Perjalanan super cepat yang dilakukan Rasulullah dari Mekah ke Palestina, kemudian naik ke Sidratul Muntaha (di langit ke-7) hanya dalam waktu semalam. “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.” (QS. Al-Israa’: 1).
Namun, belum banyak yang sudi menjelaskan korelasi perintah shalat dengan peristiwa Isra Mi’raj itu sendiri. Mengapa perintah shalat terjadi pada peristiwa Isr’a Mi’raj? Seberapa hebatnya shalat sehingga Rasulullah secara langsung menghadap Allah untuk menerima perintah shalat? Bukankah Allah telah memiliki malaikat-malaikat yang patuh dan dapat dipercaya jika hanya menyampaikan perintah shalat? Inilah yang sekiranya menjadi renungan umat Islam agar menghargai dan mengindahkan shalatnya.
Shalat adalah sebuah mu’jizat. Peristiwa Isra Mi’raj terjadi hanya semalam dengan perjalan yang begitu jauh, dari Mekah ke Palestina kemudian menuju langit tingkat tujuh. Hingga detik ini belum ada kendaraan apapun yang mampu melakukan perjalanan sejauh tersebut, apalagi hanya dalam waktu satu malam. Untuk mencapai bintang terdekat dari bumi dengan kendaraan super cepat saja, diperkirakan membutuhkan kecepatan 20 ribu km perjam atau kurang lebih 428 tahun lamanya. Mungkinkah manusia hidup di dunia selama itu?
 Shalat memuliakan masjid. Perjalanan Rasulullah dari masjid Al haram ke masjid Al Aqsha telah mengikat pemahaman bahwa masjid adalah tempat bersujud. Masjid merupakan Baitullah, maka wajib umat manusia memakmurkan masjid. “Yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At Taubah:18).
Shalat merupakan tiang agama. Perjalan Isra Mi’raj identik dengan penerimaan ibadah shalat, langsung dari Allah. Tiada ibadah yang diserahkan langsung oleh Allah kepada Rasul-Nya, kecuali ibadah shalat. Para ulama tafsir bersepakat bahwa shalat menjadi barometer ibadah-ibadah yang lain. Sudah barang tentu jika ibadah dapat dilaksanakan dengan baik, hal ini menunjukkan jika nilai-nilai agama telah terlaksana.
Nilai-nilai agama tersebut tidak hanya terhenti pada aspek ritual atau seremonial saja. Agama harus memiliki peranan dalam menguatkan kembali ikatan sosial dan kontrol sosial masyarakat. Agama mestinya membangun transformasi masyarakat dalam kerangka komunitas sekaligus individu sehingga persoalan paradigmatik dan teknis masyarakat dapat diselesaikan. Sekali lagi, itu semua akan terwujud jika tiang agama yang berupa ibadah shalat dapat ‘berdiri kokoh’ dalam diri setiap umat.
Dan masih banyak lagi kandungan nilai-nilai shalat. Sudah saatnya umat Islam tampil menjadi pionir dalam menghentikan konflik, kriminalitas, kesenjangan sosial, korupsi, pornografi dan pornoaksi, serta kemiskinan ekonomi yang menjadi penyebab maraknya ketidak-adilan di muka bumi. Kehidupan berjamaah sebagaimana dalam shalat harus tertata rapi dan tertib mematuhi aturan Allah, karena orang-orang yang shalat dengan benar akan merasa selalu diperhatikan oleh Allah SWT. Hal inilah yang mendorong umat manusia enggan berbuat curang apalagi keji. Jika demikian, niscaya umat manusia akan hidup dalam peradaban yang mulia.
Pada akhirnya apa yang umat manusia telah lakukan di muka bumi ini pasti mendapat balasan di akhirat kelak. Segala amal perbuatan baik yang ma’ruf maupun yang mungkar akan dihisab sesuai porsinya. Dan shalat adalah ibadah yang paling pertama dihisab ketika di yaumul kiamah. Rasulullah bersabda, “Awwalu maa yuhasabu bihil ‘abdu yaumal qiyaamati ashshalaatu.”  Artinya; Yang pertama kali kelak dihisab pada hari Kiamat adalah ibadah shalat. Wallahu a’lam bish Shawab! By: Zainal Arifin
Terima kasih, anda telah mengunjungi:
Postingan kami dengan judul: Refleksi Perintah Menunaikan Shalat
Semoga postingan ini bermanfaat bagi pengunjung sekalian. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi web / blog ini, harap menyertakan link dofollow ke:https://stkiphidayatullah.blogspot.com/2013/10/refleksi-perintah-menunaikan-shalat.html
Sekali lagi, terima kasih sudah meluangkan waktu untuk bersilaturrahmi dengan kami.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Seijin Allah Swt, saya mohon ridha untuk mengutif keseluruhan bahan yang ada, semoga menjadi amal ibadah yang membuatnya dan untuk kita semua.

Jazakallah Khair
Wassalam Bilma'af
H.Helminuddin
h.helminuddin@fpik.unmul.ac.id

Posting Komentar

TEMPLATE CREDIT:
Original Design By: Bamz | Copyright of STKIP HIDAYATULLAH BATAM.

BERITA ISLAM TERDEPAN

DUNIA REPUBLIKA ONLINE

DASAR-DASAR ISLAM

ISLAM LINTAS NEGARA