Hakikat Ibadah Kurban
Jumat, 11 Oktober 2013
1
komentar
Musim Haji telah tiba, tanah suci pun
menjadi tujuan sebagian besar umat Islam yang memiliki kelapangan rezeki. Ritual
tahunan yang merupakan rukun Islam terakhir ini belakangan mengalami
peningkatan secara signifikan bila ditinjau dari segi kuantitas. Umat Islam di
Indonesia sebagai salah satu contohnya, banyak calon jemaah haji di Indonesia yang
harus mengantri beberapa tahun untuk bisa menunaikan ibadah haji karena quota
haji yang terbatas. Meski dari segi finansial mereka telah memenuhi syarat
berhaji, calon haji dari Indonesia dituntut sabar menunggu giliran yang lamanya
memakan waktu tahunan.
Berbicara haji tentu tidak terlepas dari
pelaksanaan ibadah kurban, karena ibadah haji dan ibadah kurban
saling berhubungan dan saling menyempurnakan baik dalam hal spirit maupun
spiritualitas. Dalam hal spirit, haji dan kurban bersinergi pada pengorbanan
yang besar untuk dapat melaksanakan kedua ibadah tersebut. Sedangkan dalam
dimensi spiritualitas, ibadah haji dan ibadah kurban sama-sama mampu mendekatkan
diri kepada Allah Swt.
Konsep berkurban
juga begitu relevan dengan kehidupan dalam berbangsa dan bernegara.
Ajaran berkurban mengingatkan kepada kita semua, bahwa cita-cita mulia
membangun bangsa ini tidak terlepas dari pengorbanan.
Pengorbanan merupakan kunci keberhasilan terhadap semua usaha, baik pada tingkatan
pribadi maupun kelompok, terlebih-lebih dalam urusan menjaga eksistensi
kesatuan Negara Republik Indonesia.
Para pahlawan bangsa ini telah
memberikan contoh terbaik dalam hal pengorbanan. Mereka telah mengorbankan apa saja
yang dimilikinya termasuk jiwa dan raganya demi meraih kemerdekaan bangsa
Indonesia. Ironisnya kini, semangat rela berkorban belum banyak tercermin dalam
diri generasi bangsa saat ini. Indikasinya, masih ada pemimpin bangsa ini yang
katanya merupakan generasi terbaik namun secara nyata enggan berkorban. Sebaliknya,
yang terdengar adalah mereka berlomba-lomba memanfaatkan kedudukannya untuk
merampok hak-hak rakyatnya.
Lebih memprihatinkan lagi, bahwa semangat
menjadi pemimpin di negeri ini baik secara terang-terangan atau tersembunyi, telah
memunculkan istilah politik transaksional. Mereka rela berkorban asalkan ada
imbalannya yang nominalnya harus jauh lebih besar dari apa yang telah
dikeluarkan. Inilah yang harus bersama kita benahi sebagaimana berlandaskan
pada semangat berkurban yang telah dicontohkan Ibrahim as, Bapaknya para nabi.
Dengan memahami makna kurban, yang dalam bahasa
Arab berasal dari kata qoruba yang
artinya dekat, dalam hal ini dimaksudkan kedekatan itu baik secara vertical maupun horizontal. Secara
vertikal, makna kedekatan dalam kurban memerintahkan umat Islam untuk meningkatkan
intensitas dan kualitas komunikasinya dengan Allah Swt. Sebaliknya dari sisi horizontal,
sejarah ritual kurban mengajarkan bentuk pengorbanan manusia untuk menjalin silaturrahim
dan menguatkan ukhuwah antara sesama umat manusia.
Kisah nabi Ibrahim as secara turun-temurun
menjadi teladan umat Islam di seluruh penjuru dunia dalam kaitannya menunaikan
ibadah kurban. Sejarah yang juga diceritakan Allah di dalam Al-Qur’an merupakan
referensi sepanjang zaman akan makna kurban yang sesungguhnya. Dijelaskan
bagaimana nabi Ibrahim as mendapat ujian yang berat karena kecintaannya kepada salah
satu putranya, Ismail. Dalam mimpinya, nabi Ibrahim as mendapat wahyu dari Allah
berupa perintah untuk menyembelih putra yang paling dicintainya itu. Dan karena
kuatnya tingkat keimanan, nabi Ibrahim as dan putranya (Ismail) rela dan ikhlas
melaksanakan perintah Allah Swt tersebut.
Keutamaan Ibadah Kurban
Perintah berkurban tidak terhenti pada nabi Ibrahim saja, Allah
juga memerintahkan setiap umat Islam yang mampu dan berlapang rezeki untuk
menyembelih hewan kurban. Hal ini dikarenakan keutamaan dari ibadah kurban itu
sendiri, baik bagi shohibul kurban
maupun orang lain yang menerima daging kurban. Allah telah berfirman, yang
artinya: “Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat
bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah
ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang
ternak. Maka makanlah sebahagian dari padanya dan (sebahagian lagi) berikanlah
untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (QS. Al Hajj: 28).
Berkurban merupakan perintah Allah Swt, sebagaimana firman-Nya
yang artinya: “Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari
syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu
nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah
terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan
beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak
meminta-minta) dan orang yang meminta.” (QS. Al-Hajj: 36).
Berkurban termasuk ibadah yang paling utama. Allah berfirman:
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku,
sembelihanku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada
sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah
orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (QS. Al-An’am:
162-163). Firman-Nya pada ayat yang lain berbunyi: “Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan sembelihlah hewan kurban.”
(QS. Al-Kautsar:2).
Dua ayat tersebut menggandengkan ibadah kurban dengan
ibadah shalat demi menunjukkan sikap tawadhu’, merasa butuh kepada Allah,
keyakinan yang kuat dan ketenangan hati karena berdekatan dengan Allah. Ibadah shalat
dan menyembelih kurban adalah ibadah paling utama yang dapat mendekatkan diri
kepada Allah Swt. Ibnu Taimiyyah mengatakan : “Ibadah harta benda
yang paling mulia adalah menyembelih kurban, sedangkan ibadah badan yang paling
utama adalah shalat.”
Selain itu, ketika nilai-nilai ibadah kurban
dapat diderivasikan dalam kehidupan sehari-hari maka kerukunan antara umat manusia
sangat mungkin terjalin kokoh. Kepedulian antara sesama dan rasa saling berbagi
menjadi pilar penting dalam membangun masyarakat berperadaban mulia. Ukhuwah Islamiyah yang solid sangat mungkin melahirkan kecerdasan sosial dan kecerdasan
spiritual, kecerdasan yang sangat diharapkan muncul sebagai kesadaran massal di
tengah kondisi umat Islam yang tercerai-berai seperti sekarang ini. Mungkinkah
kerusuhan dan tawuran yang marak terjadi di beberapa negara berpenduduk muslim
termasuk Indonesia akan berakhir? Jawabannya ada pada spirit berkurban!
Kurban Butuh Pengorbanan
Kembali pada kisah nabi Ibrahim as dan
putranya, teramat berat perintah kurban yang harus dilaksanakan kedua hamba
Allah tersebut. Nabi Ibrahim as sebagai seorang ayah harus rela dan ikhlas
menyembelih putra kesayangannya, Ismail. Dalam koridor berpikir normal, siapa
yang tega menyembelih anak kesayangannya? Apalagi menyembelih dengan tangannya
sendiri. Sementara bagi Ismail sebagai seorang anak manusia, logika
sederhananya siapa yang mau disembelih hidup-hidup. Itulah ujian keimanan yang
mesti dijalani setiap hamba jika ingin menjaga kedekatan jiwanya dengan pemilik
jiwa itu sendiri. Dan jika hamba itu lurus keimanannya, ia akan yakin jika Allah
Swt tidak akan menguji melebihi batas kemampuan hambanya.
Pengorbanan nabi Ibrahim sangat besar
ketika melaksanakan perintah dari Allah untuk
berkurban.
Selain akan kehilangan putra kesayangannya, ia harus melihat putranya menderita
ketika disembelih. Begitupun Ismail yang masih belia, ia harus rela berpisah
dengan ayahnya dan meninggalkan dunia ini dengan cara disembelih ayahnya
sendiri. Momentum inilah yang diharapkan lahir dalam diri setiap hamba ketika
menunaikan ibadah kurban. Pengorbanan harta atau ternak kesayangan harus
dilakukan demi meraih keberkahan Allah. Bukan sebaliknya, berkurban karena
popularitas ataupun sekedar menutupi harta hasil korupsi.
Melalui nabi Muhammad Saw, perintah
menyembelih hewan kurban hanya Allah muakadkan kepada hambanya yang mampu.
Begitupun ibadah haji hanya diperuntukkan bagi mereka yang memiliki harta yang
cukup, baik harta yang dibawa ke tanah suci maupun harta bagi yang akan
ditinggalkan di rumah. Artinya, kedua ibadah tersebut sangat membutuhkan
pengorbanan yang tidak sedikit. Berkurban membutuhkan biaya untuk membeli hewan
kurban, dan juga butuh keikhlasan untuk rela berbagi daging kurbannya kepada
orang lain yang mungkin saja tidak mampu membeli daging selama hidupnya.
Hikmahnya, dengan berkurban seseorang
dapat menjalin kedekatan hati dengan orang lain. Kedekatan hati antara sesama umat
Islam sangat diperlukan dalam rangka menegakkan syari’at Allah di bumi-Nya ini.
Selain kedekatan Hablumminnanas,
orang yang berkurban insya Allah juga meraih kedekatan Hablumminnallah. Sebagaimana pengorbanan nabi Ibrahim yang rela
menyembellih putranya demi menjaga kedekatannya dengan Allah Subhanahu Wata’ala. Jika hidup ini telah mampu menempatkan hati begitu dekat
antara satu dengan lainnya, dan meraih kedekatan dengan Allah sang pemilik bumi
seisinya ini, maka sesungguhnya kesempurnaan hidup telah
diraihnya. Insya Allah!!! By: Zainal Arifin
Terima kasih, anda telah mengunjungi:
Sekali lagi, terima kasih sudah meluangkan waktu untuk bersilaturrahmi dengan kami.
Postingan kami dengan judul: Hakikat Ibadah Kurban
Semoga postingan ini bermanfaat bagi pengunjung sekalian. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi web / blog ini, harap menyertakan link dofollow ke:https://stkiphidayatullah.blogspot.com/2013/10/hakikat-ibadah-kurban.htmlSekali lagi, terima kasih sudah meluangkan waktu untuk bersilaturrahmi dengan kami.
1 komentar:
Online Casino | Kadangpintar
Play online casino at Kadangpintar Casino. Your best bet is to 제왕카지노 visit our casino games page 온카지노 and you will get a หาเงินออนไลน์ welcome bonus.
Posting Komentar